KonekFoodAroma wangi muncul dari ruang dapur yang terletak di Diro RT 57, Kalurahan Pendowoharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada siang hari, sejumlah karyawan UMKM Brounis Paris sedang sibuk menyelesaikan pesanan kue brownies untuk hantaran.
Ater-ater adalah salah satu kebiasaan masyarakat Jawa yang dilakukan dengan memberikan makanan kepada tetangga, keluarga, atau kerabat sebagai wujud hubungan baik dan rasa terima kasih.
Di ruang dapur seluas sekitar 5x6 meter, mereka sibuk menyiapkan bahan-bahan, membentuk adonan, menuangkannya ke dalam loyang, dan kemudian memanggangnya.
Masih berada di ruangan yang sama, kehadiran rak besi tiga laci dengan beberapa wadah di dapur tersebut menarik perhatian.
Setiap kotak memiliki tulisan yang menunjukkan isinya: persediaan bahan, persediaan brounis, perlengkapan, hingga peralatan.

Tidak ada alat dan bahan yang berantakan baik di meja dapur maupun di ruangan. Semua tersusun rapi dan bersih di satu tempat.
"Inilah hasil dari rutinnya kami mengikuti pelatihan dan pendampingan 5R oleh Yayasan ASTRA – Yayasan Dharma Bhakti Astra," ujar pemilik UMKM Brounis Paris, Sutrisno, kepada KonekFood, Sabtu (19/4/2025).
Lima R yang merupakan singkatan dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin merupakan suatu metode pengaturan dan perawatan lingkungan kerja. Penerapan budaya kerja 5R mampu menciptakan suasana kerja yang lebih nyaman, aman, dan efisien, sekaligus meningkatkan efisiensi serta disiplin pegawai.
Trisno, yang biasa dipanggil demikian, sepakat sepenuhnya dengan hal ini. Terdapat perbedaan besar yang ia alami saat belum memahami konsep 5R dan setelah mengetahuinya.
Sebelum mengenal prinsip 5R, kondisi dapur produksi di rumahnya sangat tidak teratur.
"Benar-benar berantakan, tata letak tidak jelas, bahan baku ditempatkan sembarangan. Bahkan masih ada yang berada di dalam kotak, lantai, dan bawah meja. Pada saat itu, kami masih merasa baik-baik saja dengan kondisi tersebut," katanya.
Setelah mengikuti kegiatan Yayasan ASTRA – Yayasan Dharma Bhakti Astra berupa pendampingan 5R, Trisno menyadari bahwa jika kondisi ini terus dibiarkan, akan sangat tidak efektif dan efisien.
Trisno beserta tim memerlukan waktu yang lebih lama untuk mempersiapkan bahan dan peralatan karena penyebarannya yang merata di berbagai tempat.
Akhirnya, ia mengatur ulang tata letak di dapur, termasuk penyimpanan bahan dan alat-alat. Bagi Trisno, menjaga kebersihan dan ketertiban bukan hanya kebiasaan, tetapi menjadi bagian dari cara dia menghargai setiap tahap proses.

Hasilnya langsung terlihat. Dapur Brounis Paris menjadi lebih rapi, bersih, teratur, dan nyaman. Perubahan tersebut secara langsung berdampak pada pemasaran merek UMKM Brounis Paris di media sosial.
Diketahui bahwa Brounis Paris adalah salah satu UMKM yang berhasil dalam melakukan pemasaran dan promosi melalui Instagram. Akun Instagram Brounis Paris telah memiliki lebih dari 44 ribu pengikut pada tanggal 17 Juli 2025.
"Saat memposting konten, kami menerima masukan dari netizen. Banyak yang memuji, dapur kami sangat bersih dan rapi," katanya.
Efek yang lebih besar, terjadi kenaikan jumlah pesanan kue brownies yang secara langsung meningkatkan pendapatan UMKM Brounis Paris.
Akhirnya, UMKM Brounis Paris berhasil meraih peringkat pertama UMKM dengan 5R Terbaik dalam kategori Kuliner Kerajinan A dari Yayasan ASTRA – Yayasan Dharma Bhakti Astra tahun 2025.
Jadi UMKM Mandiri

Tidak hanya menjadi UMKM dengan 5R terbaik, pada tahun ini juga, UMKM Brounis Paris dinobatkan sebagai UMKM Mandiri Terbaik dalam kategori Kuliner Kerajinan.
Penghargaan ini diberikan oleh Yayasan ASTRA – Yayasan Dharma Bhakti Astra kepada UMKM Brounis Paris karena keberhasilan dan perkembangan yang menginspirasi.
"Kami sangat berterima kasih atas apresiasi ini. Terima kasih atas kepercayaan dan dukungan yang selalu menjadi motivasi kami," ujar Trisno.
Untuk memperoleh gelar tersebut, UMKM Brounis Paris perlu melewati berbagai penilaian yang telah ditentukan. Mulai dari manajemen produksi, keuangan, sumber daya manusia, pemasaran, lingkungan, serta program Quality Control Circle (QCC).
Ingatan pria yang lahir di Bandung pada 11 Februari 1984 tersebut tiba-tiba muncul ketika ia memutuskan untuk bergabung sebagai peserta didik Yayasan Astra - Yayasan Dharma Bhakti Astra Bantul pada tahun 2021.
Tidak tanpa alasan. Pada masa itu, ia membutuhkan seorang mentor atau pelatih untuk membimbingnya dalam membangun bisnis. Mengingat ia adalah seorang ayah dari dua anak yang baru beberapa bulan menjalankan Brounis Paris.
Bahkan, Trisno belum memikirkan ke mana seharusnya menargetkan pasar Brounis Paris pada saat itu. Semua jenis pasar ia coba secara langsung sejak awal memulai usahanya. Mulai dari arisan, marketplace, konsinyasi, hingga oleh-oleh.
Saat mengantarkan putranya ke sekolah, ia sering melewati kantor Yayasan Astra - Yayasan Dharma Bhakti Astra Bantul yang terletak di Jalan Bantul, Kalurahan Panggungharjo, Kapanewon Sewon.
Trisno merasa penasaran tentang apa yang ada di dalam kantor tersebut. Rasa penasaran ini akhirnya membuat Trisno mengirimkan pesan berisi keinginan untuk bergabung ke akun Instagram Yayasan Astra - Yayasan Dharma Bhakti Astra.
"Secara kebetulan pada saat itu ada pelatihan pengemasan, jadi saya diminta untuk ikut serta dan ternyata sampai sekarang masih aktif sebagai binaan Yayasan Astra - Yayasan Dharma Bhakti Astra Bantul," kata Trisno.
Untuk Trisno, menjadi bagian dari Yayasan Astra - Yayasan Dharma Bhakti Astra merupakan keputusan yang tepat.
Di bawah yayasan yang didirikan oleh pendiri Astra, William Soeryadjaya pada tahun 1980, Trisno memperoleh berbagai pelatihan, pendampingan, serta konsultasi bisnis.
Sertifikat Halal yang diperoleh Brounis Paris tidak terlepas dari bimbingan Yayasan Astra - Yayasan Dharma Bhakti Astra.
Berawal dari Dapur Mertua

Berhasil menjadi UMKM Mandiri versi yayasan dengan filosofi 'Berikan Kail Bukan Ikan', siapa sangka Brounis Paris bermula dari dapur rumah mertua Trisno.
Rumah yang terletak di Jalan Parangtritis atau sering disebut Jalan Paris menjadi saksi perjalanan Trisno bersama istrinya, Firda, dalam membangun usaha.
"Inilah mengapa namanya Brounis Paris, karena awalnya berasal dari dapur rumah mertua saya yang terletak di Jalan Paris, Bantul, sebelum akhirnya pindah ke tempat saat ini," katanya.
Firda yang senang memasak berhasil menemukan resep awal Brounis Paris yang membuat Trisno teringat pada kue brownies favoritnya saat masih duduk di bangku SMA.
Saat itu, pelanggannya hanya para kerabat atau rekan kerja. Usaha tersebut masih dijalankan secara sampingan.
Sebelum wabah Covid-19 menyebar di Nusantara pada tahun 2020, pekerjaan utama Trisno berada di bidang perhotelan.
Trisno kemudian memutuskan untuk mengembangkan usaha yang telah dibangun. Dibutuhkan waktu sepekan bagi mereka untuk menyempurnakan resep awal Brounis Paris hingga siap dipasarkan dalam skala besar.
"Kami juga menerima masukan dari ahli gastronomi dalam sebuah kesempatan, kemudian kami menyempurnakan resep pada tahun 2022 dan tetap konsisten hingga saat ini," ujar Trisno.
Mengenai nama Brounis yang dipakai sebagai nama bisnisnya, Trisno mengakui bahwa hal itu sengaja dilakukan. Ia ingin tampil berbeda dengan memilih nama 'brounis' dibandingkan 'brownies' yang merupakan ejaan resmi dari kue tersebut.
Di masa depan, lulusan Sarjana Kelautan ini berharap, pangsa pasar Brounis Paris sebagai produsen ater-ater atau hantaran syukuran semakin berkembang dengan menjangkau kalangan menengah atas. Suatu saat, Trisno berkeinginan, Brounis Paris memiliki paket khusus untuk pasar kelas atas.
"Secara nilai tetap sama, yaitu paket ater-ater untuk acara syukuran. Namun, khusus untuk segmen kelas atas, agar lebih terlihat mewah atau sesuai saat memberikan hantaran," katanya.
Selain itu, Trisno berkeinginan kembali mengembangkan segmen oleh-oleh yang pernah ia coba dulu, tetapi gagal. Menurutnya, segmen oleh-oleh memiliki pasar yang cukup luas. Hal ini tidak terlepas dari Yogyakarta yang menjadi kota tujuan wisata yang populer.
"Saya memiliki produk yang sangat baik dan laku, jadi mengapa tidak mencoba kembali saja? Mungkin dengan pendekatan yang berbeda," katanya.
Untuk mewujudkan harapannya itu, Trisno mengakui masih memerlukan bantuan dan dukungan dari Yayasan Astra - Yayasan Dharma Bhakti Astra.
"Apapun situasinya, kami tetap memerlukan bimbingan dan pelatihan bertahap, termasuk jaringan," tutupnya.
(KonekFood/Sri Juliati)
Comments
Post a Comment