KonekFood, JAKARTA – Badan Gizi Nasional (BGN) angkat bicara usai pengusahawarga setempat menolak kebijakan pemerintah yang mengendurkan pembatasan impor nampan makanan atau wadah makanan untuk program tersebutmakan bergizi gratis (MBG).
Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan, pemerintah sejak tahun lalu telah mengajak produsen yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Alat Dapur dan Makanan (ASPRADAM) di dalam negeri untuk meningkatkan produksi food tray agar dapat memenuhi kebutuhan MBG.
Namun, Dadan menyampaikan bahwa permintaan tersebut tidak direspon oleh para pengusaha.
"Saya telah mengajukan permintaan kepada ASPRDAM sejak Juni 2024 mengenai produksi dan mereka tidak merespons untuk melanjutkannya," kata Dadan kepada Bisnis, Minggu (3/8/2025).
Menurutnya, pengusaha lokal mulai bergerak setelah program MBG berjalan dan minat mitra meningkat. Ia menilai, jika para pengusaha sejak awal memenuhi permintaan food tray untuk kebutuhan MBG, kebijakan pelonggaran impor food tray mungkin tidak diperlukan.
Dadan mengatakan, BGN membutuhkan setidaknya sekitar 70 juta unit wadah makanan untuk November 2025. Dengan produksi dalam negeri yang disebut mencapai 10 juta unit per bulan, artinya menurutnya, hanya 40 juta unit wadah makanan yang bisa disediakan oleh pengusaha lokal hingga November 2025.
"Jika ASPRADAM lebih dini memenuhi permintaan, pemerintah tidak perlu membuka pintu impor," katanya.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2025 terkait Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Industri Tertentu.
Dengan kebijakan tersebut, pemerintah memberikan izin impor food tray guna mendukung program MBG. Keputusan ini diambil karena pemerintah menganggap produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan food tray untuk program MBG yang ditargetkan mencapai 82,9 juta orang pada tahun ini.
Saat itu, Dadan menyampaikan bahwa industri dalam negeri hanya mampu menghasilkan 2 juta unit wadah makanan.
"Jika 2 juta [food tray] per bulan dikalikan dengan sisa bulan ini, yaitu 6 [bulan], berarti totalnya 12 juta [food tray]. Namun kita pasti masih memerlukan lebih dari jumlah tersebut," ujar Dadan saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Keputusan tersebut kemudian mendapatkan respons negatif dari para pelaku usaha yang tergabung dalam ASPRADAM dan Asosiasi Produsen Wadah Makan Indonesia (APMAKI).
Ketua APMAKI Robert Susanto mengatakan, sektor industri dalam negeri kini mampu memproduksi hingga 10 juta food tray setiap bulan.
"Kondisi tersebut belum sepenuhnya optimal. Dengan situasi yang normal, kapasitas produksi mencapai 10 juta [food tray] per bulan," ujar Robert dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (31/7/2025).
Menurutnya, perbedaan pendapat mengenai produksi food tray terjadi karena kurangnya koordinasi antara produsen dan pemerintah.
Sejauh ini, Robert mengakui bahwa produsen lokal bekerja secara mandiri tanpa adanya bimbingan dari kementerian yang relevan. “...sehingga tampaknya produsen dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan food tray untuk program MBG ini,” katanya.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal APMAKI Alie Cendrawan menyatakan bahwa kebijakan tersebut berpotensi merugikan pengusaha lokal karena produk impor yang masuk kemungkinan memiliki harga yang lebih murah dibandingkan barang produksi dalam negeri. Meskipun demikian, ia tidak menyebutkan negara asal food tray yang diimpor tersebut.
Alie berharap pemerintah bisa mengurangi atau mencabut izin impor demi kepentingan industri lokal, khususnya bahan baku. Dengan demikian, produk dalam negeri mampu bersaing dengan barang impor.
"Jika mungkin peraturan tersebut dihapus. Itu lebih penting daripada [impor] barang jadi. Sementara kami, para pengusaha kesulitan mencari bahan baku dan harga bahan baku lokal masih terlalu tinggi," katanya.
Comments
Post a Comment