
Tergelincir dalam kebingungan tidak perlu disesali, apalagi dihukum.
Hanya nikmati sepiring nasi, tahu dengan kuah kecap yang encer, telur goreng, dan sambal di depanmu dengan rasa terima kasih, meskipun mengonsumsinya sedikit akan berdampak pada kesehatan.
Saya berusaha sebisa mungkin untuk menghindari nasi putih, hidangan yang berlemak, serta makanan yang mengandung garam tinggi. Dampak dari makanan-makanan tersebut terhadap kesehatan saya sangat jelas.
Tubuh saya memang rentan. Sering mengonsumsi nasi putih dan makanan gorengan membuat angka hasil pemeriksaan laboratorium meningkat. Tingkat gula darah serta kolesterol (LDL) melebihi batas normal.
Kepada dokter, saya mengakui bahwa belakangan ini saya meninjau makanan sebagai bahan tulisan. Sebuah alasan yang baik untuk menghindari pandangan tajam dokter jiwa.
Saya sengaja mengonsumsi nasi putih dan gorengan bukan untuk memperburuk kondisi kesehatan, tetapi demi meningkatkan penjualan di sebuah warung yang sedang sepi.
***
Dulunya, sebuah kafe kecil menjadi tempat untuk melepas lelah setelah berjalan kaki. Minum air putih dan pesan kopi tubruk tanpa gula.
Sudah lama tidak dikunjungi, warung terlihat berbeda. Dulu hampir semua kursi penuh. Makanan di etalase bervariasi. Kopi saset dan minuman bubuk berjejer ramai mengibas-mengibas.
Sekarang, hanya ada dua tamu. Masing-masing berada sendiri. Saset yang tergantung dan pilihan hidangan di balik kaca semakin berkurang.
Kosong sekali," keluh pemilik toko, "tapi apa boleh buat? Nikmati saja!
Pernyataan yang terdengar penuh harapan. Namun, wajah yang suram dan pandangan yang gelap tidak mampu menutupi kebingungan menghadapi situasi tersebut.
Ia mengatakan, penjualan mengalami penurunan yang sangat tajam. Penurunan ini akhirnya menghabiskan modal usaha, di mana sebagian besar dari sedikit hidangan yang tersaji telah dimakan.
Pernyataannya cenderung menyalahkan penurunan kemampuan beli. Mungkin benar, tetapi saya tidak selalu menunjuk penyebabnya pada melemahnya daya beli.
Itu merupakan kondisi luar yang tidak dapat diatur. Pemilik toko mampu mengubah kondisi internal, antara lain:
Lokasi. Jika dianggap lokasi usaha tidak menguntungkan, dapat dipertimbangkan untuk memindahkan tempat usaha. Suasana. Warung yang berantakan dan kurang bersih perlu diperbaiki agar lebih nyaman bagi pengunjung. Kualitas dan variasi produk yang dijual. Sebaiknya menu ditawarkan lebih beragam dan mampu memenuhi selera pembeli, baik dari segi tampilan maupun rasa. Memiliki satu atau beberapa produk yang terasa unik berdasarkan kualitas, jumlah, atau harga. Harga yang murah. Saya rasa nilai jual masih wajar. Rp5.000 untuk kopi. Rp1.000 bisa mendapatkan sepotong gorengan. Rp10.000 bisa makan nasi. Pelayanan, termasuk cara pembayaran yang lebih memudahkan pelanggan. Terkadang tidak ada uang kembalian untuk uang kertas besar.Secara teori, faktor tersebut dapat menjadi saran yang baik, jika tidak mempertimbangkan kondisi keuangan pemilik warung. Ia menghadapi kendala karena kurangnya modal untuk mencoba meningkatkan penjualan.
Ia menolak ketika saya menyarankan penggunaan fasilitas pembayaran QRIS. Alasannya, ia akan sering pergi ke toko ritel modern dan ATM untuk mengambil uang terkait pencairan transaksi QRIS.
Pemilik toko demikian memerlukan uang tunai. Secepatnya setelah menerima Rp20.000, segera digunakan untuk mengisi kekurangan persediaan barang dagangan.
Saya tidak lagi memberikan pendapat. Dengan sedikit melanggar aturan pembatasan makanan, saya memesan sedikit nasi, tahu dengan kuah, telur goreng, dan sambal. Tidak ada pilihan sayur di etalase, bahkan mentimun atau tomat pun tidak tersedia.
Terkadang, usaha tidak selalu berjalan sesuai keinginan. Warung yang saya datangi jarang pengunjung. Penjualan menurun drastis. Modal yang ditanam semakin berkurang. Tanpa modal yang memadai, sulit untuk melakukan perbaikan-perbaikan.
Harga makanan sebesar Rp10.000, kopi buatan sendiri Rp5.000. Jumlah keseluruhan Rp15.000. Saya memberikan uang Rp50.000 kepada pedagang yang mengernyitkan alisnya.
Ambil saja. Beli apa saja di toko. Mie, kopi, telur. Semua jenis!
***
Saya memperhatikan. Dua potong telur goreng dibuat lebih kecil dari biasanya. Mungkin dua butir telur yang dikocok dibagi menjadi tiga, bahkan empat bagian gorengan.
Saya juga memahami, tahu sisa hari sebelumnya diolah kembali. Kuah kecapnya agak encer. Mungkin diolah menggunakan sisa kecap yang tersisa di dalam kemasan.
Tidak masalah. Saya tetap bersyukur dan menikmati makanan yang disajikan. Tidak perlu memperhatikan kualitas hidangan. Tujuan saya hanya satu, yaitu membantu meningkatkan penjualan warung yang sedang sepi pembeli.
Sepiring nasi yang menyampaikan bahwa sebagian teman-temannya di etalase telah pergi. Tinggal telur goreng, tahu, sedikit orek tahu, empat potong ikan cue (pindang) yang digoreng, dan setengah mangkuk sambal yang mungkin sudah dipanaskan kembali.
Satu piring nasi yang disertai tahu, telur goreng, dan sambal mengungkapkan banyak hal tentang tantangan yang dialami pemilik warung.
Selain empati, tidak ada lagi saran yang baik yang disampaikan untuk meningkatkan penjualan. Saya menghela napas dalam-dalam. Berulang kali dan kemudian pergi dari warung tanpa menunggu pemiliknya kembali.
Semoga pengelola usaha kuliner tersebut mendapatkan kemudahan dalam hari-hari berikutnya.
Comments
Post a Comment