
KonekFood.CO.ID - JAKARTA.Penurunan harga gandum dunia sebesar 6,1%, mulai dari US$ 574,36 pada 18 Juni hingga menjadi US$ 539,38 pada 18 Juli 2025, dianggap sebagai faktor pendorong positif utama bagi perusahaan di sektor makanan dan minuman (F&B), khususnya bagi perusahaan yang sangat bergantung pada impor gandum sebagai bahan baku produksi.
Investment AnalystEdvisor Profina Visindo, Indy Naila menyatakan penurunan harga gandum dapat memengaruhi biaya produksi yang lebih rendah, sehingga mampu meningkatkan margin perusahaan.
Ini mengingatkan bahwa gandum merupakan bahan dasar utama bagi berbagai jenis makanan.
"Perasaan ini dapat meningkatkan kinerja dasar perusahaan makanan dan minuman karena pengurangan biaya produksi, terutama untuk perusahaan seperti INDF atau ICBP," ujar Indy kepada KonekFood, Senin (21/7).
Senada, Analis Penelitian PT Henan Putihrai Sekuritas, Irsyady Hanief menganggap bahwa penurunan harga gandum tersebut dapat memperkuat kinerja perusahaan seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).
Karena tren penurunan ini berpotensi mengurangi biaya produksi dan memperbesar margin laba kotor, terutama jika harga jual produk tetap stabil.
"Perusahaan yang memiliki skala produksi besar dan kekuatan tawar yang tinggi terhadap distributor memiliki kemampuan untuk mempertahankan profitabilitas meskipun permintaan konsumen mengalami penurunan," ujar Irsyady kepada KonekFood, Jumat (18/7).
Irsyady mengatakan bahwa Indofood memperoleh keuntungan dari penurunan harga gandum di pasar global, karena seluruh kebutuhan gandum perusahaan berasal dari impor.
Dengan demikian, penurunan biaya bahan baku berpotensi meningkatkan margin keuntungan perusahaan.
Manajemen juga mengumumkan alokasi anggaran modal tahun 2025 sebesar Rp 8,5 triliun, dengan Rp 5,5 triliun dialokasikan untuk meningkatkan kapasitas produksi, termasuk pembangunan pabrik mi instan baru yang direncanakan mulai beroperasi pada semester kedua 2025.
Sisa pengeluaran akan dialokasikan untuk pembelian dua kapal baru oleh unit Bogasari serta pengembangan infrastruktur dan kegiatan replanting lainnya.
"Dengan portofolio produk kebutuhan pokok dan cakupan yang luas di pasar dalam negeri serta ekspor (Afrika, Timur Tengah, Amerika), INDF tetap bersifat defensif di tengah tekanan daya beli," tambah Irsyady.
Kepala Indofood, Franciscus Welirang, menyampaikan bahwa kinerja INDF tetap stabil meskipun harga gandum mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir.
Ia menyampaikan bahwa stabilitas ini didukung oleh persediaan bahan baku yang cukup serta penyesuaian terhadap harga gandum di pasar global.
Bahkan, Franky yang merupakan panggilan akrab dari Franciscus Welirang memprediksi kinerja INDF tetap akan stabil hingga akhir tahun.
"Melihat kondisi data yang ada saat ini, tampaknya (kinerja) akan tetap stabil," kata Franky kepada KonekFood, Jumat (18/7).
Tekanan Daya Beli
Namun, Irsyady mengatakan tekanan terhadap daya beli masyarakat tetap menjadi tantangan utama bagi sektor konsumsi.
Sementara itu, Indy menegaskan bahwa para pelaku pasar perlu memperhatikan kondisi kemampuan beli masyarakat.
Karena itu, jika daya beli tetap lemah, hal ini dapat memicu harapan harga jual yang lebih rendah, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan jumlah penjualan.
Rekomendasi Saham
Irysady merekomendasikan buy on weakness untuk INDF di kisaran harga Rp 8.100–Rp 8.150 per saham, dengan target harga Rp 8.475–Rp 8.500 per saham dan stop loss di Rp 7.925–Rp 7.950 per saham.
Adapun Indy menyarankan buy saham ICBP dengan harga target Rp 11.000 dan beli INDF saat harga Rp 7.000 dengan target harga Rp 8.500 per saham.
Comments
Post a Comment